Minggu, 26 September 2010

Ekologi dan Asas Pengelolaan Lingkungan

-Lingkup Ekologi
Istilah ekologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu oikos dan logos. Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Ernst Haeckel pada tahun 1869. Tetapi jauh sebelurmya, studi dalam bidang-bidang yang sekarang termasuk dalam ruang lingkup ekologi telah dilakukan oleh para pakar.
Ekologi merupakan cabang biologi, dan merupakan bagian dasar dari biologi. Ruang lingkup ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistein, hingga biosfer. Studi-studi ekologi dikelompokkan ke dalam autekologi dan sinekologi. Ekologi berkembang seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan ekologi tak lepas dari perkembangan ilmu yang lain. Misalnya, berkembangnya ilmu komputer sangat membantu perkembangan ekologi. Penggunaan model-model matematika dalam ekologi misalnya, tidak lepas dari perkembangan matematika dan ilmu kornputer.

-Asas-asas Pengelolaan Lingkungan
Adapun asas-asas yang mencakup secara jelas mengenai lingkungan dalam hal pengelolaan yaitu:

1.Asas tanggung jawab negara
Asas tanggung jawab negara merupakan perwujudan dari prinsip negara sebagai organisasi kekuasaan (politik), berkewajiban melindungi warga negara atau penduduknya, teritorial dan semua kekayaan alam serta harta benda dari negara dan penduduknya. Asas ini relevan dengan pendapat pakar politik negara Adolf Markel yang mengatakan bahwa segala yang berbau kepentingan umum harus dilindungi dan dijamin secara hukum oleh negara. Dewasa ini hampir tidak ada suatu kekuasaan yang tidak diikuti oleh tanggung jawab dan kewajiban. Sebab bila tidak, hal demikian mengarah kepada Negara totaliter. Dengan demikian kekuasaan akan diikuti kemudian, baik dengan kewajiban maupun tanggung jawab, karena keduanya memiliki hubungan konsekuensi. Dalam sistem pengelolaan lingkungan, negara memiliki kekuasaan atas semua sumber daya alam, dengan kata lain negara melalui pemerintah berwenang mengatur, mengendalikan, dan mengembangkan segala hal yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan. Berangkat dari amanat konstitusi tersebut, telah terbit berbagai undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya alam, diantaranya yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, Undang-Undang Nomor 32 Tahun tentang pemerintahan daerah, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, dan masih banyak lagi aturan yang mengatur lebih terperinci mengenai pengelolaan sumber daya alam.
Sampai saat sekarang pengaturan tentang bagaimana pengelolaan sumber daya alam di Indonesia sudah dilakukan sejak berdirinya Negara Republik Indonesia. Selain pasal 33 UUD 1945 yang merupakan ketentuan pokok juga kita mempunyai seperangkat Undang-Undang yang mengatur tentang hal tersebut Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria, Undang-Undang No. 5 tahun 1967 tentang ketentuan pokok Kehutanan, kemudian dicabut dan digantikan dengan Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang no. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok Pertambangan yang direncanakan akan diganti dalam waktu yang segera, Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan, berikut seperangkat ketentuan pelaksanaannya disamping peraturan Perundangundangan lingkungan yang telah kita sebutkan diatas. Selain itu ditemukan pada seperangkat ketetapan MPR yang mengatur tentang hal ini seperti TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang pembaharuan Agraria dan Pengelolaan sumber daya alam.
Kekuasaan yang maha luas yang dimiliki oleh negara terhadap bumi, air, udara, dan segala sesuatu yang terkandung di atasnya sesuai asas konstitusional, tentu pula mereflesikan adanya tanggung jawab yang sangat besar pula, yang dimaksud dalam hal ini bukan berarti milik negara melainkan untuk mengatur keadilan, keberlanjutan, dan fungsi sosial sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyatt. Penguasaan negara juga dimaksudkan untuk menghilangkan pemusatan penguasaan oleh seseorang atau sekelompok orang atas sumber daya alam, yang dapat mengancam tercapainya kesejahteraan rakyatt dan hilangnya fungsi sumber daya alam.

2.Asas manfaat
Asas manfaat, mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Asas manfaat ini diartikan sebagai sebuah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi kini serta generasi mendatang. Asas ini bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang merata berdasarkan prinsip kebersamaan dan keseimbangan untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi, konflik sosial, dan budaya.
Namun, dalam kemanfaatan dalam arti ekonomi dan politik berlum terlalu membawa kemanfaatan bagi masyarakat khususnya masyarakat adat. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa kebijakan ekonomi, khususnya dalam alokasi dan pengelolaan sumberdaya alam, yang hanya memihak kepentingan modal ini nyata-nyata telah berdampak sangat luas terhadap kerusakan alam dan kehancuran ekologis. Korban pertama dan yang utama dari kehancuran ini adalah masyarakat adat yang hidup di dalam dan sekitar hutan, di atas berbagai jenis mineral bahan tambang, mendiami pesisir dan mencari penghidupan di laut. Kebijakan sektoral yang ekstraktif (kuras cepat sebanyak-banyaknya, jual murah secepatnya) tidak memberi kesempatan bagi kearifan adat untuk mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan, sebagaimana yang telah dipraktekkan selama ratusan atau bahkan ribuan tahun. Pengetahuan dan kearifan lokal dalam mengelola alam sudah tidak mendapat tempat yang layak dalam usaha produksi, atau bahkan dalam kurikulum pendidikan formal. Dunia farmakologi tidak mencoba mengangkat kearifan masyarakat adat di bidang tumbuhan obat sebagai bagian utama bidang perhatiannya. Ramuan tradisional, jamu dan sejenisnya dianggap sekunder atau malah diremehkan. Padahal telah terbukti ketika sistem pengobatan modern gagal memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, jamu dan teknik-teknik pengobatan tradisional lainnya lalu menjadi alternatif yang dapat diandalkan.
Selain mengambil alih secara langsung sumberdaya ekonomi primer berupa tanah dan sumberdaya alam di dalamnya, pemerintah melalui berbagai kebijakan perdagangan hasil bumi secara sistematis mengendalikan kegiatan ekonomi masyarakat adat. Pemberian monopoli kepada asosiasi atau perusahaan tertentu dalam perdagangan komoditas yang diproduksi masyarakat adat, seperti rotan dan sarang burung walet, telah menempatkan pemerintah sebagai "pelayan" bagi para pemilik modal untuk merampas pendapatan yang sudah semestinya diperoleh masyarakat adat.
Di bidang politik, bila dibandingkan dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya sebagai unsur pembentuk Bangsa Indonesia, masyarakat adat menghadapi situasi yang lebih sulit lagi. Kondisi ini bermuara pada politik penghancuran sistem pemerintahan adat yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus sepanjang pemerintahan rejim Orde Baru. Upaya penghancuran ini
secara gamblang bisa dilihat dari pemaksaan konsep desa yang seragam di seluruh Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Sistem desa, dengan segala perangkatnya seperti LKMD dan RK/RT, secara "konstitusional" menusuk "jantung" masyarakat adat, yaitu berupa penghancuran atas sistem pemerintahan adat. Akibatnya kemampuan (enerji dan modal sosial) masyarakat adat untuk mengurus dan mengatur dirinya sendiri secara mandiri menjadi punah. Mekanisme pengambilan keputusan yang ada di antara institusi-institusi adat digusur secara paksa sehingga yang tersisa ditangan para pemimpin adat hanya peran dalam upacara seremonial semata-mata. Peran pinggiran ini, di hampir seluruh pelosok nusantara, masih harus di atur, dan dikendalikan oleh Bupati dan Camat dengan menerbitkan Surak Keputusan (SK). Kehancuran sistem-sistem adat ini menjadi lebih diperparah lagi dengan kebijakan militerisasi kehidupan pedesaan lewat konsep pembinaan teritorial TNI dengan masuknya Bintara Pembina Desa (BABINSA) sebagai salah satu unsur kepemimpinan desa. Dengan kebijakan-kebijakan ini bisa dikategorikan bahwa negara telah melakukan pelanggaran hak-hak sipil dan politik masyarakat adat selama lebih dari 20 tahun, termasuk hak asal-usul dan hak-hak tradisional yang dilindungi oleh UUD 1945.
Dengan warisan rejim lama yang demikian maka dalam upaya melakukan revitalisasi nilai-nilai lokal ini yang harus dilakukan adalah memulihkan kerusakan pranata-pranata sosial masyarakat adat yang sedemikian parah, sebagai akibat dari sistem desa Orde Baru (UU No. 5 Tahun 1979). Upaya-upaya pemulihan (recovery) terhadap pranata (kelembagaan) adat/lokal merupakan tantangan terbesar yang harus menjadi prioritas utama bagi semua pihak yang berpihak pada kearifan tradisional, baik di kalangan pemerintah maupun dalam elemen-elemen gerakan masyarakat sosial, khususnya gerakan masyarakat adat di Indonesia.

3.Asas keadilan
Prinsip keadilan meliputi aspek-aspek kesejahteraan rakyat, pemerataan, pengakuan kepemilikan masyarakat adat, pluralisme hukum, dan perusak membayar. Asas keadilan ini bertujuan untuk perwujudan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya alam yang menjamin keadilan antar dan intra generasi. Asas ini bertujuan untuk mewujudkan perlindungan hukum bagi masyarakat adat dan masyarakat lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam.

4.Asas keseimbangan
Pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dan peningkatan kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal.

5.Asas berkelanjutan
Asas berkelanjutan mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi, untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuannya dalam meningkatkan pembangunan.Asas berkelanjutan (sustainable principle) diadopsi dari prinsip ekologi pembangunan berkelanjutan (environmental sustainable development) yang dihasilkan oleh KTT Rio. Prinsip keberlanjutan meliputi aspek-aspek kelestarian, kehatihatian, perlindungan optimal keanekaragaman hayati, keseimbangan, dan keterpaduan. Asas ini betujuan untuk mewujudkan kelestarian fungsi sumber daya alam yang berkelanjutan.
Konsideran UU No. 23 Tahun 1997 antara lain menjelaskan tentang mengapa kita harus melaksanakan µPembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan Hidup´ seperti pada pertimbangan huruf b, bahwa dalam rangka mendaya-gunakan sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.


-Permasalahan Keterbatasan SDA Dalam Pembangunan
Sebagai salah satu sumber penting pembiayaan pembangunan, sumber daya alam yang ada dewasa ini masih belum dirasakan manfaatnya secara nyata oleh sebagian besar masyarakat. Pengelolaan sumber daya alam tersebut belum memenuhi prinsip-prinsip keadilan dan keberlanjutan. Selain itu lingkungan hidup juga menerima beban pencemaran yang tinggi akibat pemanfaatan sumber daya alam dan aktivitas manusia lainnya yang tidak memperhatikan pelestarian lingkungan.
Beberapa permasalahan pokok dihadapi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pertama adalah keterbatasan data dan informasi dalam kuantitas maupun kualitasnya. Keterbatasan data dan informasi yang akurat berpengaruh pada kegiatan pengelolaan dan pengendalian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang belum dapat berjalan dengan baik. Sementara itu, sistem pengelolaan informasi yang transparan juga belum melembaga dengan baik sehingga masyarakat belum mendapat akses terhadap data dan informasi secara memadai.
Selanjutnya, permasalahan pokok lainnya adalah kurang efektifnya pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada, yang menyebabkan kerusakan sumber daya alam. Kondisi ini ditandai dengan maraknya pengambilan terumbu karang dan pemboman ikan, perambahan hutan, kebakaran hutan dan lahan, serta pertambangan tanpa izin. Permasalahan lain adalah belum jelasnya pengaturan pemanfaatan sumber daya genetik (transgenik) yang mengancam keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia, serta permasalahan ketergantungan yang tinggi pada sumber daya fosil.
Disamping itu, tingkat kualitas lingkungan hidup di darat, air, dan udara secara keseluruhan masih rendah, seperti tingginya tingkat pencemaran lingkungan dari limbah industri baik di perkotaan maupun di perdesaan, serta kegiatan transportasi dan rumah tangga baik berupa bahan berbahaya dan beracun (B3) maupun non-B3. Tingginya ketergantungan energi pada sumber daya fosil, merupakan permasalahan penting yang mengakibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada kenaikan permukaan laut, perubahan iklim lokal dan pola curah hujan, serta terjadinya hujan asam; belum tergantikannya bahan perusak lapisan ozon (BPO) seperti chloro fluoro carbon (CFC), halon, dan metil bromida; serta kurangnya pemahaman dan penerapan Agenda 21 di tingkat nasional dan lokal.
Selanjutnya, prinsip keberlanjutan yang mengintegrasikan tiga aspek yaitu ekologi, ekonomi dan sosial budaya belum diterapkan di berbagai sektor pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Biaya lingkungan belum dihitung secara komprehensif ke dalam biaya produksi, di lain pihak tidak diterapkannya sistem insentif bagi pemasaran produk yang akrab lingkungan (produk hijau). Hal ini mengakibatkan produk hijau tidak dapat bersaing, sementara di dalam negeri konsumen Indonesia dengan tingkat kemiskinan masih tinggi, tidak mempunyai pilihan untuk mengkonsumsi produk-produk hijau tersebut. Program sukarela yang ditawarkan seperti ISO 14000 dan ekolabeling juga masih belum banyak diterapkan, bahkan dirasakan oleh industri bukan sebagai peningkatan efisiensi perusahaan.
Permasalahan-permasalahan tersebut diatas timbul antara lain karena rendahnya kapasitas kelembagaan, belum mantapnya peraturan perundangan, serta lemahnya penataan dan penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, sejalan dengan otonomi daerah, masih belum sepenuhnya jelas, karena peraturan pelaksanaan yang merinci fungsi dan kewenangan Pemerintah Daerah belum lengkap. Selain itu, terdapat permasalahan dalam hal kualitas sumber daya manusia untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Sementara itu, masih rendahnya akses masyarakat terhadap data dan informasi sumber daya alam berakibat pula pada terbatasnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Lemahnya kontrol dan keterlibatan masyarakat, serta penegakan hokum dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup, juga merupakan masalah penting lain yang menyebabkan hak-hak masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam menjadi terbatas dan sering menimbulkan konflik antar pelaku. Peranan wanita sebagai salah satu kelompok yang rentan terhadap pencemaran lingkungan belum banyak diberdayakan. Selain itu kearifan tradisional dalam pelestarian lingkungan hidup perlu terus dipertahankan. Demikian pula sosialisasi kepada masyarakat mengenai prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup harus terus ditingkatkan.


-Peran Teknologi Dalam Pengelolaan SDA
Berbicara sumber daya alam tentu tak lepas dari peran sebuah teknologi tepat guna untuk sebuah kelestarian lingkungan. Untuk itu, pengusaha harus dapat memilih teknologi dan cara produksi yang bisa memperkecil dampak negatif dari kepada lingkungan. Apalagi jika kita lihat kebijakan penataan ruang daerah dilakukan dengan tujuan untuk mampu menciptakan pemanfaatan ruang wilayah yang berimbang, optimal dan berwawasan lingkungan untuk kepentingan masyarakat luas.



Daftar pustaka ;
http://massofa.wordpress.com/2008/09/23/sejarah-dan-ruang-lingkup-ekologi-dan-ekosistem/
http://www.scribd.com/doc/29900396/Asas-Asas-Pengelolaan-lingkungan
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Sumber%20Daya%20Alam%20dan%20Lingkungan%20Hidup%20%28Bagai%20Dua%20Sisi%20Mata%20Uang%29&&nomorurut_artikel=190